Selasa, 25 Oktober 2016

MINOR

Dan aku bergumul dengan denting waktu
Disitu aku tahu kita sama rasa, sama gila..
Dengan ucapan peluh serta degupan meracau
Dua jiwa yang terbelah-belah..
Hingga menghinggaplah segala macam lelah..

Temaram kelam tetap menjadi ksatria
Dalam mengumpulkan energi yang habis diracuni,
Ketika di siang hari..
Ketika orang lain bernafas dan aku berhenti..
Ketika orang lain menyulam cinta dan aku memekik ringkih

Aku menertawakan hasrat yang maju mundur tak berdaya
Hasrat yang bahkan belum mampu menembus kulitku,
Dan kau menganalisa sekumpulan cahaya..
Membias dan berpendar meresap ke dalam lipatan jiwa

Aku sekumpulan minor yang sulit menyatu,
Dan kau serumpun mayor yang kokoh merayu
Tetap sulit diterjang tubuhku meskipun begitu,
Tetap butuh pesawat luar angkasa untuk sekedar kau rengkuh

Kita mengalun dalam tangga nada,
Nyanyian sumbang dan stagnan,
Menyelip bebas ke aliran angan
Aku minor dalam perihal resistensi
Dan kau mayor dalam perihal substansi..

Sabtu, 17 September 2016

PASAR

Aku riuh di tengah kemarau panjang..
Mengeluh dan mengelu-elukan panas yang berlubang
Ramai di luar dan tak berarti di dalam
Menyusuri ombak besar dan Lili yang tertanam
Aku tertegun di tengah pasar,
Mencabik-cabik cakrawala dalam hingar bingar
Peduli apa aku pada kelakar?

Aku termangu melihat anak di sudut itu
Ia lapar, ia mencari cari sampai terkapar..
Aku sudah tak tahan berada di pasar
Kerumunan ini begitu menyiksa
Aku butuh nafas,
Butuh luka dan tawa,
Butuh air mata dan cinta
Butuh senjata untuk mendua..

Kembali aku berjalan liar
Aku masih di kerumunan pasar..
Dimanakah pintu itu, yang sering disebut pintu keluar?
Yang ku temukan hanya muka-muka dua, bahkan tiga
Bertebaran senyum nan rupawan
Aku muak berada di pasar,
Merasa iritasi terhadap sekitar..
Banyak manusia mengais sisa sisa busuknya jiwa,

Dan aku bukanlah pengemis yang sebegitu nya.

Rabu, 08 Juni 2016

TANPA JUDUL

Bukan cerita sekedar, aku masih ingin bercerita
Tentang nikmatnya malam bersama lengkungan bulan temaram
Dingin yang menepis risau, hati ku sehat..
Sehat dari segala tuduhan yang mendekat..
Sehat dari sakit, hati ku kuat.
Bukan cerita cinta, tapi ini cerita  jiwa lembar per lembar
Menyandera sukma ku untuk terus belajar,
Belajar bahwa tak segala ruam harus berlubang dan menjalar
Berlarikah aku ke tepian?
Aku tak melihat pantulan dari aku,
Di beningnya air dan sungai waktu
Aku mencoba menulis
Tentang bagaimana cara manusia memalingkan rupa
Setiap rupa dari yang pernah ada
Menjadi tidak ada..
Memasang tonggak ketulusan sambil berfikir
Tentang bagaimana sepi bercerita kepada ramai
Tentang indahnya hidup dalam keheningan,
Meski terkadang butuh seribu satu pasukan..
Dan ramai bercengkrama dengan sepi
Bagaimana hebatnya hiruk pikuk,
Hingga meluluh lantah kan yang sebenarnya kalbu..
Kita terbiasa dengan hal hal yang biasa

Memaksa masuk menyelinap ke dalam dada

Rabu, 01 Juni 2016

GANDA

Aku adalah karang yang bisa saja berlubang karena hantaman badai
Aku adalah malam yang bisa menina-bobo kan tiap kantung mata kelam
Aku adalah pagi yang mampu menghangatkan dinginnya hati
Aku adalah sore yang menyelinap menyejukkan segala ruam
Aku adalah angin, menyapa pipi lembut dan bercerita melalui tirai
Aku adalah air, mengalir bebas tak pedulikan segala gumam
Aku bisa menjadi aku, aku juga bisa menjadi kamu..

Namun di titik nadir aku harus bisa bertanya..
Tetapkah aku menjadi seorang wanita?
Masihkah aku bisa merasa?
Wanita kah aku?
Atau aku kah wanita?
Ku buka jendela yang menyajikan hawa dingin dan diam
Ku hirup pelan... aku hidup.
Aku adalah tulang yang berbalut kulit, berdiri tegak,
Sujudkan kening dan bersimpuh ampun..


Jumat, 27 Mei 2016

DIORAMA HATI

Hati.. aku jarang membicarakannya
Bahkan akhir akhir ini tak ku kunjungi ia
Bagaimana keberadaannya, bagaimana atmosfirnya.
Sengaja ku biarkan berdebu untuk sementara,
Agar saat ku kembali, aku tau maksud hati.
Hati.. aku jarang menyentuhnya
Bahkan belakangan ini tak ku rasakan getarannya
Bagaimana gelombang asa nya, bagaimana daun pintu nya.
Sampai aku terkecoh dengan ketidak tahuanku sendiri
Bahwa ternyata selama ini aku sudah main hati
Aku sudah mencoba mengoyak bungkusan yang ku tutup rapih
Dan hasilnya mengejutkanku, mengejutkan dada ku..
Aku masih belum bijaksana dalam menentukan arah
Haruskah ku lari ke hutan lalu berteriak marah,
Atau pergi ke gunung lalu tertegun merenung,
Luar biasanya hati sampai aku tak mengerti,
Bagaimana ia bekerja dan terus bekerja selama nafas ku masih ada
Bagaimana ia kembali merangkak dan membuka tabir jiwaku
Mencoba menyusup tanpa izin sang empu..
Hati.. bisakah kau mengerti sebentar saja?
Bahwa aku butuh catatan kosong di relung dada
Bukan seperti ini yang aku mau, bukan seperti ini yang aku rindu..
Karena aku yakin kau mengerti dengan baik apa yang telah ku sentuh,
Apa yang ku rengkuh, dan apa yang akhirnya terlepas dari jemariku..
Biarkan aku berjalan dulu sendiri, duhai hati..
Jangan kau ganggu aku dengan tipu daya mu, naluri mu.

Aku masih rapuh, rapuh bahkan untuk menertawakan diriku sendiri..

Rabu, 13 April 2016

KINI

Kini aku mengerti
Bahwa kedewasaan tak terukur dan tak berumur
Perlu terus diasah, sekaligus diterpa..
Aku sedikit tergelitik untuk bertanya
Apa yang kini menggelayut dalam dada?
Masih belum teraba

Kini aku pahami
Jurang perang tak lagi berkobar
Perang jiwa yang selama ini aku dan kau nyalakan, terang terangan..
Dan aku pun mengerti yang tersisa hanya memoar
Dan gugusan rindu bertepuk ragu

Perjalanan ini sudah tertoreh manis, dara
Tak perlu diusik lagi, apalagi untuk dibuka lagi
Apa yang telah usai jadilah buku baru
Untuk dipelajari di usia nanti
Di usia ketika jiwa siap akan segalanya
Siap menerkam, siap diterkam

Siap terluka, siap sampaikan salam pisah..

Rabu, 23 Maret 2016

ANGKUH

Angkuh.. aku angkuh mengakui malu,
Mengakui aku pernah tersipu
Sajak saja tak cukup merayu..
Angkuh.. aku angkuh merasakan rindu
Peluh menari pun tak kunjung teduh
Disaat aku paham betul bahwa aku terpanah,
Aku malah tertawa angkuh bak raja
Angkuh.. hebatkah rasa ini?
Lalu bagaimana mungkin aku mengusirnya?
Sedangkan aku butuh penopang dada,
Sedangkan aku butuh peneduh duka,
Sedangkan aku butuh pelebur dendam,
Berkelebat di bulir bulir malam..
Aku dendam kepada temaram
Ia selalu membawa ku melayang ke tempat ku kelam

Berlari menepi tinggalkan cerita dan ironi..

Rabu, 02 Maret 2016

PENAT



Deru beru dunia aku dengar, bingar pasar terkalahkan zaman
Orang-orang berjalan terdiam,
Menanti apa yang entah dinanti, mengubur misteri
Orang orang berjalan tersungkur,
Memohon waktu agar terhenti sebentar saja
Dan waktu tertawa sampai keluarlah sang air mata
Dunia, bisiknya..
Haruskah aku berjalan  menepi? Agar aku  tau apa arti duri
Ada batu dibalik tirai, gunakan saja untuk melempar cerita..
Orang-orang siapkan belati , haruskah aku ikuti?
Penat.. aku penat dalam jaring kepenatan
Jalanan ramai akan titik nokta dan kenangan
Diinjak-injak oleh pendosa dan pebertahan..
Salah siapa?
Masihkah malam sudi menyapa ruang..
Masihkah siang sudi tersenyum senang..
Aku menyulam penat dalam jala pekat
Jangan coba meraba, aku jalang hanya ada di jiwa!
Bukan di dada maupun rupa.

DOPPING

Have to tell something, even ashamed..
I keen on your smile
Have to tell something, even doubt..
I love your eyes
All I feel is growing like a dopping
You are who you are,
You don't change like a liar,
No flirting, but I'm flashing
Words less, but still amaze..
You are who you are,
Crazy and creeping this heart.

Have to tell you're all I want, even funny..
I want to be a part of your life,
I want to share tears each other,
I want to learn laughing in pain just like you..

Can we talk for a while?
With a cup of black coffee in the lights?
I gaze on you, you gaze on me
In quiet, we feel love gobbled in the eve' middle..

Kamis, 04 Februari 2016

TERJERAT

Cinta memang seperti itu,
Selalu dan selalu selayaknya itu.
Seperti pasir di pantai lepas
Kemudian hingar bingar terbakar bebas
Menjadi abu tak berarti,
Menyulam diri tak bertepi

Arahkan saja pandanganmu ke barat
Mungkin kau 'kan temukan segudang cinta berkarat,
Cinta tak bertuan, melodia, dan guratan

Cinta memang seperti itu,
Selalu dan selalu seperti itu
Kau berlari belum pasti terengkuh,
Kau berjalan belum pasti mengaduh
Dan bintang yg tersisa bersusah payah,
berkumpul bersama bangkitkan cahaya
Salahkah ?

Rabu, 06 Januari 2016

3 BAYANGAN

Aku tak tahu harus mulai menyimpul dari sudut benang mana. Merah kah, biru kah, atau kuning kah? Yang aku tahu kini adalah bayangan rumit mengikuti jalan pikir ku. Menelusuri, memaksa masuk dan menggerogoti alam bawah sadarku akan sebuah jalan cerita. Jalan cerita yang begitu ku pahami dan ku rasakan pahit, dulu.....
Duhai dara, ku lihat bayangmu begitu terluka. Ada apa dengan sayap sayap indahmu? Benarkah kau korbankan semua itu demi pujaan hatimu? Dulu kau gagah, kau sebar kata-kata indahmu layaknya pujangga merayu kasihnya. Tak tertahankan mata melirik indah ciptaan Tuhan yang dititipkan di dirimu. Duhai dara, kini aku seperti melihatmu menangis dikala malam temaram menghampiri. Tapi mengapa? Tak inginkah kau berbagi cerita? Aku bagaikan berkaca di dalam kaca yang sama, di waktu yang sama, dan di lembar cerita yang pernah ada. Aku, seperti melihat diriku sendiri, yang kini hanya bertukar peran ironi.
Dan aku berpindah ke lain bayangan, yang aku temui hanyalah kekosongan. Hampa terhampar luas di sudut bola mata mu. Begitu dalam sehingga aku tak dapat membaca apa yang kau rasa. Begitu sakit sehingga aku tak dapat menyelinap untuk menghimpit.. kering kah segala bulir cerita? Bibir indahmu yang pernah ku kenal begitu tertutup, terkatup mati. Seakan untuk memberikan jalan oksigen pun tak kau izini. Guratan misteri terpahat jelas di sudut keningmu, seakan mewakili mu untuk memberikan sedikit pengarahan bagi buta arah seperti ku. Inikah engkau yang sesungguhnya? Lalu siapa engkau yang dulu?
Aku menggambarkan cinta bagaikan ruang hampa udara. Bisa menyesakkan dada terkadang, bagi siapa yang memang tidak siap dengan tusukan tajamnya. Tapi cinta juga bisa bagaikan perjuangan wanita yg sedang melahirkan sang manusia baru di dunia. Meski sakit, ia tetap berusaha meyelamatkan segala yang ada. Meski harus berjuang sendiri, antara hidup dan mati, ia tetap bernafas tersengal untuk kebahagiaan semuanya. Dan kini, aku seperti berjuang sendiri. Dalam 3 dimensi, aku beradu peran dengan 3 bayangan sendiri. Aku begitu membenci diri ini, namun di sisi lain aku mengasihani diri ini.. maafkan aku, dara.. maafkan aku yang tak kuat jujur padamu tentang bunga misteri ini..
Tiga bayangan ku menghilang diterpa hujan. Aku kini sendiri berteman alang-alang lirih. Biarkan aku mati dalam benih ku sendiri, biarkan kita pergi untuk ruang yang memang pantas untuk ditinggal pergi...

Senin, 04 Januari 2016

MENCINTAI WANITA BERISI

Sekarang, mencintai memiliki porsi sendiri. Terdapat spasi, namun tak jarang roti berisi gulali. Mengapa harus roti? Karena empuk kah? Dan mengapa harus gulali? Apakah hanya rasa manis yang bisa dijadikan buku pelajaran? Itulah manusia, bermain di batas alam kewajaran yang selalu diwajarkan. Merubah pola pikir menjadi pinggiran ruang yang terkikis. Terkapar tak berdaya, sembari mencintai apa yang bersungut ceria.
Lekukan menggoda teruslah menggoda, ia tak kan berubah menjadi sebongkah batu biasa atau secarik kertas hampa. Berlian tetaplah berlian, dimata mereka. Mencintai dari sisi yang berisi, menggilai dari sudut yang membuat bulu kuduk merinding. Apakah itu? Cinta kah? Sedangkan nafas memburu liar bersama dengan malam temaram, aku masih bisa melihat apa itu nyata apa itu retorika. Aku belajar untuk pandai menempatkan diri di ruang yang semestinya. Bermetafora bersama kesederhanaan lingkungan, meraup untung dari cinta cinta wanita berisi. Definisi berisi yang hanya berarti mengisi..
Dan tirai malam yang dingin datang, aku dengar berbagai lolongan penikmat juga datang. Menyelinap, memangsa, menyiksa, menyantap habis cinta dan air mata. Masih mengenai hati, karena korelasi nya yang tak mungkin putus meski harapan yang seujung kuku lagi pupus. Duhai angin, inikah kekosongan yang terpelanting? Di hadapanku berdiri berjuta juta keping janji, mengiba dan terus merayu sendu akan cinta yang berisi dan berbahaya racunnya. Duhai gunung dan laut, taukah kamu apakah ini sejatinya kesejukan? Membasahi sekaligus menjamahi, menelanjangi segala sudut-sudut yang berisi suci.


Apakah tak ada tempat untukku menceritakan cinta yang sesungguhnya? Cinta yang tak perlu berteriak nikmat namun tetap terasa hebat berkelebat? Aku ingin mengatakan, masih ada hati yang lebih menggoda daripada hanya seonggok diri...