Rabu, 06 Januari 2016

3 BAYANGAN

Aku tak tahu harus mulai menyimpul dari sudut benang mana. Merah kah, biru kah, atau kuning kah? Yang aku tahu kini adalah bayangan rumit mengikuti jalan pikir ku. Menelusuri, memaksa masuk dan menggerogoti alam bawah sadarku akan sebuah jalan cerita. Jalan cerita yang begitu ku pahami dan ku rasakan pahit, dulu.....
Duhai dara, ku lihat bayangmu begitu terluka. Ada apa dengan sayap sayap indahmu? Benarkah kau korbankan semua itu demi pujaan hatimu? Dulu kau gagah, kau sebar kata-kata indahmu layaknya pujangga merayu kasihnya. Tak tertahankan mata melirik indah ciptaan Tuhan yang dititipkan di dirimu. Duhai dara, kini aku seperti melihatmu menangis dikala malam temaram menghampiri. Tapi mengapa? Tak inginkah kau berbagi cerita? Aku bagaikan berkaca di dalam kaca yang sama, di waktu yang sama, dan di lembar cerita yang pernah ada. Aku, seperti melihat diriku sendiri, yang kini hanya bertukar peran ironi.
Dan aku berpindah ke lain bayangan, yang aku temui hanyalah kekosongan. Hampa terhampar luas di sudut bola mata mu. Begitu dalam sehingga aku tak dapat membaca apa yang kau rasa. Begitu sakit sehingga aku tak dapat menyelinap untuk menghimpit.. kering kah segala bulir cerita? Bibir indahmu yang pernah ku kenal begitu tertutup, terkatup mati. Seakan untuk memberikan jalan oksigen pun tak kau izini. Guratan misteri terpahat jelas di sudut keningmu, seakan mewakili mu untuk memberikan sedikit pengarahan bagi buta arah seperti ku. Inikah engkau yang sesungguhnya? Lalu siapa engkau yang dulu?
Aku menggambarkan cinta bagaikan ruang hampa udara. Bisa menyesakkan dada terkadang, bagi siapa yang memang tidak siap dengan tusukan tajamnya. Tapi cinta juga bisa bagaikan perjuangan wanita yg sedang melahirkan sang manusia baru di dunia. Meski sakit, ia tetap berusaha meyelamatkan segala yang ada. Meski harus berjuang sendiri, antara hidup dan mati, ia tetap bernafas tersengal untuk kebahagiaan semuanya. Dan kini, aku seperti berjuang sendiri. Dalam 3 dimensi, aku beradu peran dengan 3 bayangan sendiri. Aku begitu membenci diri ini, namun di sisi lain aku mengasihani diri ini.. maafkan aku, dara.. maafkan aku yang tak kuat jujur padamu tentang bunga misteri ini..
Tiga bayangan ku menghilang diterpa hujan. Aku kini sendiri berteman alang-alang lirih. Biarkan aku mati dalam benih ku sendiri, biarkan kita pergi untuk ruang yang memang pantas untuk ditinggal pergi...

Senin, 04 Januari 2016

MENCINTAI WANITA BERISI

Sekarang, mencintai memiliki porsi sendiri. Terdapat spasi, namun tak jarang roti berisi gulali. Mengapa harus roti? Karena empuk kah? Dan mengapa harus gulali? Apakah hanya rasa manis yang bisa dijadikan buku pelajaran? Itulah manusia, bermain di batas alam kewajaran yang selalu diwajarkan. Merubah pola pikir menjadi pinggiran ruang yang terkikis. Terkapar tak berdaya, sembari mencintai apa yang bersungut ceria.
Lekukan menggoda teruslah menggoda, ia tak kan berubah menjadi sebongkah batu biasa atau secarik kertas hampa. Berlian tetaplah berlian, dimata mereka. Mencintai dari sisi yang berisi, menggilai dari sudut yang membuat bulu kuduk merinding. Apakah itu? Cinta kah? Sedangkan nafas memburu liar bersama dengan malam temaram, aku masih bisa melihat apa itu nyata apa itu retorika. Aku belajar untuk pandai menempatkan diri di ruang yang semestinya. Bermetafora bersama kesederhanaan lingkungan, meraup untung dari cinta cinta wanita berisi. Definisi berisi yang hanya berarti mengisi..
Dan tirai malam yang dingin datang, aku dengar berbagai lolongan penikmat juga datang. Menyelinap, memangsa, menyiksa, menyantap habis cinta dan air mata. Masih mengenai hati, karena korelasi nya yang tak mungkin putus meski harapan yang seujung kuku lagi pupus. Duhai angin, inikah kekosongan yang terpelanting? Di hadapanku berdiri berjuta juta keping janji, mengiba dan terus merayu sendu akan cinta yang berisi dan berbahaya racunnya. Duhai gunung dan laut, taukah kamu apakah ini sejatinya kesejukan? Membasahi sekaligus menjamahi, menelanjangi segala sudut-sudut yang berisi suci.


Apakah tak ada tempat untukku menceritakan cinta yang sesungguhnya? Cinta yang tak perlu berteriak nikmat namun tetap terasa hebat berkelebat? Aku ingin mengatakan, masih ada hati yang lebih menggoda daripada hanya seonggok diri...