Kamis, 11 Oktober 2018

Perempuanku


Air wajahnya tenang melintasi waktu,
Dihirup bebas di udara,
Dirasa dan diacap raba,
Meski ia luka, meski ia di semena-mena,
Tetap ia berikan ribuan purnama cinta

Merasakan sakit sudah biasa,
Pekik asa terlebih apalah daya..
Perempuanku bercerita, sambil menatap ke segala arah..
Ia bagai embun pagi yg menyejukkan kulit pipi,
Membasahi segala yang pucat pasi

Masih terus melahirkan cinta,
meski segala benda tajam merobek-robek lubang kehidupannya,
Masih terus meleburkan cinta,
meski hidup dan mati di ambang mata..

Perempuanku..
Terlahir untuk melahirkan jiwa-jiwa utuh,
Merawat dan menjaga segenap hati & raga,
Meski acapkali batinnya ditambal,
Tak gentar ia melawan, tak lelah ia berikan

Perempuanku..
Duduk meringkuk dalam dingin malam,
Mengangkat tangan bersimpuh mohon ampun,
Atas entah kesalahan siapa..

Sujud diatas tikar beku,
Meminta selamat dari sang Maha Kuasa,
Untuk setiap kepingan-kepingan jantung hatinya,
Terutama untuk buah cinta rahimnya..
Penguat semesta hidup..

Perempuanku,
Menguatkan yang lemah, meski ia sendiri tersungkur tak berdaya..
Menaburkan kehidupan,
Menyuburkan bunga yang layu diterpa awan..

Rabu, 29 Agustus 2018

AKSARA


Kabut menepi menerawang sunyi,
Sambil senyum malu mengibas sepi,
Lalu purnama datang merobek angkasa,
Tak tersadarkan dedaunan jatuh berlinang air mata..

Kalau dilihat-lihat dengan segala siasat,
Kau terluka diujung waktu,
Aksara mengerang kesakitan, sekarat tak lagi mengerti arah..
Kebutaan yang berakhir luka yang memburai

Aku ingin membantumu keluar,
Mendengar lolongan mu saja ku tak sanggup,
Namun kau menutup segala kemungkinan,
Kemungkinan ku ‘tuk menggapai nyatamu,
Yang kini ku sadari begitu haus ku butuhkan..

Lihat dara ku, lihat lah ke ujung sana..
Hutan melambai meminta kita jamah bersama
Jangan kau diam-diam lalu pergi menghilang,
Jika harus begitu; aku lebih memilih kau pecut sekarang

Tanah berdiskusi malam dengan embun,
Dingin dan menelisik rimbun,
Membicarakan kita yang terlihat aneh,
Tenggelam masing-masing di rupa yang hampa

Minggu, 29 Oktober 2017

TAK SADAR

Sesampainya aku berpijak dirumah,
Seluruh syaraf-syarafku mulai sibuk bertanya,
Mereka bergemuruh dari dalam,
Mengeluarkan riak-riak semu dibalut malam,
Sebentar... apa yang telah terjadi?

Aku baru tahu, bahwa separuh manismu mengikuti jalan pulangku,
Membuatku sedikit mabuk,
Sedikit linglung, sedikit kalut..
Bisa bisanya kau membiarkan ini terjadi,
Membiarkan aku memuja dalam dahaga,
Sekaligus bertanya-tanya, gerangan apa yang telah terberai..

Menjadi semakin sulit aku untuk memberi nilai,
Mana yang palsu, mana yang nyata,
Juga mana yang betulan rindu..
Goyangan angin tertanda lara menyerupai,
Aku dan ego ku yang sedari tadi berseteru..
Menyaksikan kelemahanku kala menimang-nimang ragu..

Pukul sebelas malam aku berdiri sendiri,
Lalu duduk lagi dengan berantaknya emosi,
Kau masih belum mampu ku terka,
sekalipun kulitmu menggelayut ringan ke kulitku,
sekalipun hujan dan kecupmu berubah menjadi candu untukku,
Aku tak peduli...

Ah.. pagi kembali sambil terkikik menyapaku,
Yang semalaman suntuk sibuk mencari cara,
untuk menemukan kembali wangi dirimu,

Yang sempat bertaburan bebas di rongga paru-paruku..

Rabu, 15 Maret 2017

Babu Kantoran

Apalah aku yang hanya babu kantoran
Mengetik, mengarsip, mengetik, mengarsip..
Jiwa diubah layaknya mesin
Otak diperas layaknya romusha..

Apalah aku yang hanya babu kantoran
Pergi pagi pulang petang..
Pemuas syahwat konglomerat dan antek perusahaan..
Mendekam mimpiku yang perlahan melambat,
Gugur menjadi abu hingga termakan waktu

Apalah aku yang hanya babu kantoran
Yang ritme hidup seakan sudah habis terjamah
Dengan melepas energi raga demi kepuasan dunia
Begitu malam datang mati ku dikoyak sepi..
Sambil menyiapkan kemeja apa untuk esok hari..

Apalah aku yang hanya babu kantoran
Menggantungkan mimpi dari selembar kertas bergelar..
Mengetik, mengarsip, mengetik, mengarsip..
Makananku berasa seperti huruf-huruf berpapan..

Sabtu, 25 Februari 2017

SEPASANG KEKASIH

Sepasang kekasih duduk bersila kaki,
Kulihat saling mencintai, namun tak berisi..
Yang satu bermain mata, yg lain bermain hati
Sudah terbiasa dengan keheningan yg memilin,
Memaksa senyum simpul berkumpul meski hati terpaut kosong

Sepasang kekasih duduk menyilang tangan,
Saling tatap dan membaca semua angan..
Belajar kembali mencintai ketika benci hampir seluruhnya menjangkiti,
Bersikeras berjalan lurus dan saling mengobati..

Aku penasaran apa yg mereka rasakan
Dapatkah mereka mengingat kapan terakhir kali degup cinta itu menyapa?
Bisakah mereka merasakan lagi hangatnya bibir bibir pertama yg saling mencandu?
Sepasang kekasih duduk, namun bercinta dengan benda mati
Apakah cinta mereka telah sekarat dan sebentar lagi mati??

Sepasang kekasih mati di sudut dinding rindu yg berkarat..
Saling tatap dalam sekarat , menyesal sudah segala yg telah terlewat..
Begitulah dunia memperlakukan mereka yg keterlaluan..
Mereka yg beribu kali melewatkan rimbunnya cinta dan cerita,
Mereka yg terjebak hebat dalam genangan penat..

Minggu, 19 Februari 2017

SALAH

Kau seperti apa yang ku lihat selama ini
Bercahaya, kadang remang mengikuti..
Berembun, kadang api menghampiri..
Dingin, kadang hangat menyelimuti..
Kau liar dan jiwamu kacau,
Aku bisa melihat jelas itu dimatamu
Sudut bilik matamu yang selalu ku rindu,
Matamu seakan bicara tentang rasa kepadaku
Mengajarkanku bahaya yang sering ku sangkal..

Telah kau curi apa yang ku tutup rapat dalam jiwa
Dan dunia mulai berbisik bahwa kita berbeda..
Bongkahan rasa yang haus..
Meminta untuk tegukan demi tegukan candu,
Terus merongrong, terus memaksa untuk bersatu..
Padahal jurang selalu siaga di sekeliling waktu

Memang, kau ada di hati..
Harum mewangi setiap ku intip sesekali,
Rasa ingin ku gapai celah jantungmu,
Namun racun tak henti henti memadatku..
Memberi sinyal akan kebusukan hatiku
Yang ingin memilikimu dalam ikatan satu..
Aku kah yang tega? Atau kamu kah?

Jika cinta berkenan untuk ditanya, ku ingin ajukan satu saja..

Bagaimanakah bentuk dan rupa dari cinta yang salah?

Rabu, 11 Januari 2017

Untitled

Langit langit mengintai,
duri mencengkram,
Jalang dan tak terbendung,
aku pun bisa sujud dan bersimpuh ampun
kepada sang Pemilik Jiwa & seisinya..
namun aku ingin bertanya sekali,
Ada apa dengan dunia?

Hujan merintik gersangnya amarah jalanan
menghantar aroma tanah basah yang memilukan
membawa kembali damai yang sempat menghilang
Sungguh, aku ini tercipta untuk merasakan..

Jika saja cukup dengan ayunan langkah semua menjadi satu,
akan ku ayun kaki ku hingga ke dasar kalbu
tak kan ada yang berani mengganggu,
mengganggu hausnya jiwa yang tengah bertelaga...